Langsung ke konten utama

Perbandingan Filsafat Aristoteles & Filsafat Plato

Perbandingan Filsafat Aristoteles dengan Filsafat Plato

Sistem ajaran filosofi klasik baru yang dianggap sebagai masa keemasan filsafat dibangun oleh Plato dan Aristoteles berdasarkan ajaran Socrates tentang pengetahuan dan etik filosofi alam yang berkembang sebelum Sokrates . Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Pemikiran-pemikiran Sokrates diikuti oleh Plato sedangkan Plato sendiri juga diikuti oleh Aristoteles. Namun begitu dalam beberapa hal ternyata banyak perbedaan dari ketiganya meskipun sebagian yang lain ada juga yang sama dan penjadi penerus dari pemikiran sebelumnya.
Sokrates sama sekali tidak menuliskan sesuatu tentang filsafat maupun yang lainnya, banyak pengetahuan kita tentang filsuf itu justru muncul dalam karya-karya Plato yang diteruskan oleh muridnya Socrates. Pertentangan Plato dan Aristoteles selain karena adanya perbedaan usia yang cukup signifikan juga karena dalam beberapa hal pemikiran banyak yang berbeda. Meskipun demikian selain bertentangan, Plato dan Aristoteles juga saling melengkapi satu sama lain.
Aristoteles adalah salah seorang tokoh Filosofi Yunani yang terkenal pada zamannya hingga saat ini, sebelumnya muncul Plato yang merupakan gurunya sendiri. Sebagai murid Aristoteles ingin melanjutkan pemikiran gurunya namun dalam kenyataan selanjutnya Aristoteles mempunyai konsepsi pemikiran yang berbeda dengan gurunya sendiri. Pemikiran Aristoteles hampir setara dengan gurunya sendiri, Plato dan melebihi gurunya tersebut dalam bidang etika maupun epistemology, Plato memiliki kelebihan dalam hal kepelaporan, memang Aristoteles yang menghasilkan jawaban-jawabannya, tapi Platolah yang berhasil menemukan pertanyaan-pertanyaan dasar yang seharusnya dipertanyakannya sejak semula.
     Bersama Plato dan Socrates, Aristoteles adalah tokoh filsafat yang sangat penting bagi dunia Barat dan Dunia. Signifikansi Aristoteles disebabkan pemikirannya yang lengkap dan luas tentang semua hal, mulai dari moral, estetika, logika, sains, politik hingga metafisika. Filsafat politik Aristoteles pada umumnya merupakan suatu tinjauan terhadap berbagai jenis Negara, dan bagaimanakah cara terbaik untuk menjalankannya. Pemahamannya mengenai politik benar- benar sangat mendalam. Kenyataan inilah yang akhirnya membuat ia menerapkan suatu sikap pragmatic sebagai sesuatu yang betul-betul bertolak belakang dengan pendekatan idealistic Plato
      Aristoteles menganggap Plato (gurunya) telah menjungkir-balikkan segalanya. Dia setuju dengan gurunya bahwa kuda tertentu "berubah" (menjadi besar dan tegap, misalnya), dan bahwa tidak ada kuda yang hidup selamanya. Dia juga setuju bahwa bentuk nyata dari kuda itu kekal abadi. Tetapi idea-kuda adalah konsep yang dibentuk manusia sesudah melihat (mengamati, mengalami) sejumlah kuda. Idea-kuda tidak memiliki eksistensinya sendiri: idea-kuda tercipta dari ciri-ciri yang ada pada (sekurang-kurangnya) sejumlah kuda. Bagi Aristoteles, idea ada dalam benda-benda.
Selama bertahun-tahun Aristoteles benar-benar menentang filsafat Plato secara mendasar. Namun teori metafisikanya tetap saja adaptasi dari metafisika Plato. Jika Plato memandang bentuk bentuk sebagai idea-idea yang memiliki keberadaan sendiri, maka Aristoteles menganggap bentuk-bentuk lebih sebagai esensi yang mewujud dalam substansi dunia dan bentuk-bentuk tersebut tidak memiliki keberadaannya sendiri.
Aristoteles mengajukan sejumlah argument untuk menghantam teori Idea Plato namun hal itu ternyata malah menghantam habis teori universalnya sendiri. Sebagai akibatnya teori-teori plato yang telah dimodifikasi dalam bentuk doktrin Aristotelian menjadi begitu dominant didalam perkembangan filsafat abad pertengahan.
Aristoteles memandang tinggi puisi dengan menyatakannya lebih memiliki nilai dibanding sejarah, karena lebih besifat filosofis. Sejarah hanya berurusan dengan kejadian-kejadian tertentu (particular), sedangkan puisi lebih dekat kepada yang universal. Dalam hal ini ia bertentangan dengan dirinya sendiri da lebih menampakkan pandangan Plato.
Dengan kecintaannya terhadap segala sesuatu yang bersifat matematis dan abstrak, Plato tampaknya sangat erat dengan kehidupan seperti itu, namun Aristoteles menentang pendekatan matematis terhadap moral. Sungguh tak mungkin untuk mengkalkulasikan hal-hal tentang kebaikan. Kebajikan moral memamng merupakan suatu keadaan yang terdapat diantara dua ekstrem., tapi hal ini lebih tergantung pada kodrat seorang pribadi dan situasi yang melingkupinya.
Pola pemikiran Aristoteles ini merupakan perubahan yang radikal. Menurut Plato, realitas tertinggi adalah yang kita pikirkan dengan akal kita, sedang menurut Aristoteles realitas tertinggi adalah yang kita lihat dengan indera-mata kita. Aristoteles tidak menyangkal bahwa bahwa manusia memiliki akal yang sifatnya bawaan, dan bukan sekedar akal yang masuk dalam kesadarannya oleh pendengaran dan penglihatannya. Namun justru akal itulah yang merupakan ciri khas yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Akal dan kesadaran manusia kosong sampai ia mengalami sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles, pada manusia tidak ada idea-bawaan.
Aristoteles, sama seperti Plato, berusaha menemukan prinsip universal atas pengetahuan. Berbeda dengan Plato yang menyatakan bahwa yang universal adalah yang melampaui benda partikular dan bersifat prototipe atau exemplar, menurut Aristoteles, yang universal ditemukan dalam setiap yang partikular. Aristoteles menyebutnya sebagai esensi, atau inti benda-benda. Hal inilah yang membedakan Aristoteles yang realis dari Plato yang idealis.
Aristoteles dikenal sebagai peletak dasar logika, dia adalah seorang ahli metafisika yang hampir setara dengan gurunya sendiri, Plato dan melebihi gurunya tersebut dalam bidang etika maupun epistemology, Plato memiliki kelebihan dalam hal kepelaporan, memang Aristoteles yang menghasilkan jawaban-jawabannya, tapi Platolah yang berhasil menemukan pertanyaan-pertanyaan dasar yang seharusnya dipertanyakannya sejak semula.
Teori Plato tentang ide-ide tersebut, mengandung sekian kesalahan yang cukup jelas. Kendati demikian, pemikiran itu pun menyumbangkan kemajuan penting dalam filsafat, sebab inilah teori pertama yang menekankan masalah universal, yang dalam berbagai bentuknya, masih bertahan hingga sekarang.
Dari pembahasan singkat mengenai pemikiran Plato, dapat kita simpulkan adanya perbedaan yang cukup mendasar antara keduanya tentang realitas hakiki. Plato ada pada pendapat, bahwa pengalaman hanya merupakan ingatan (bersifat intuitif, bawaan) dalam diri seseorang terhadap apa yang sebenarnya telah diketahuinya dari dunia idea, konon sebelum manusia itu masuk dalam dunia inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan), apabila manusia sudah terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap ke dunia idea dan karenanya lalu memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal, termasuk tentang kebaikan, kebenaran, keadilan, dan sebagainya.
Plato mengembangkan pendekatan yang sifatnya rasional-deduktif sebagaimana mudah dijumpai dalam matematika. Problem filsafati yang digarap oleh Plato adalah keterlemparan jiwa manusia kedalam penjara dunia inderawi, yaitu tubuh. Ini adalah persoalan ada (“being”) dan mengada (menjadi, “becoming”). Mimesis merupakan salah satu wacana yang ditinggalkan Plato dan Aristoteles sejak masa keemasan filsafat Yunoni Kuno, hingga pada akhirnya Abrams memasukkannya menjadi salah satu pendekatan utama untuk menganalisis sastra selain pendekatan ekspresif, pragmatik dan objektif. Mimesis merupakan ibu dari pendekatan sosiologi sastra yang darinya dilahirkan puluhan metode kritik sastra yang lain.
Mimesis berasal bahasa Yunani yang berarti tiruan. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimesis diartikan sebagai pendekatan sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Perbedaan pandangan Plato dan Aristoteles menjadi sangat menarik karena keduanya merupakan awal filsafat alam, merekalah yang menghubungkan antara persoalan filsafat dengan kehidupan.
Aristoteles mengemukakan kritik yang sangat tajam atas pendapat Plato tentang ide-ide, yang ada ialah manusia ini dan manusia itu, jadi manusia konkret saja. Tetapi Ide manusi tidak terdapat dalam kenyataan. Hal yang sama berlaku juga untuk ide segitiga dan semua ide lain. Tetapi aristoteles menyetuji anggapan Plato bahwa ilmu pengetahuan berbicara tentang yang umum dan tetap. Ilmu pasti tidak berbicara tentang ini atau itu tetapi segitiga pada umumnya.
Filsafat politik Aristoteles pada umumnya merupakan suatu tinjauan terhadap berbagai jenis Negara, dan bagaimanakah cara terbaik untuk menjalankannya. Pemahamannya mengenai politik benar- benar sangat mendalam. Kenyataan inilah yang akhirnya membuat ia menerapkan suatu sikap pragmatic sebagai sesuatu yang betul-betul bertolak belakang dengan pendekatan idealistic Plato
Aristoteles dan Plato keduanya dipandang sebagai dua tokoh yang mewarnai filsafat dan bahkan pencetus dan peletak dasar dan ketentuan-ketentuannya. Perbedaan yang ada pada keduanya hanya pada system yang digunakan dan juga karena usia yang berbeda pada masa yang sama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan PraKolonial

Di era sekarang ini banyak sekali anak muda yang kurang wawasan, kurang pengetahuan, sebenarnya mereka tau apa sih, ketika di tanya pendidikan prakolonial itu apa sih? Si Racap aja gak tau hadehhh, biar kita banyak tau mari kita membaca artikel yang satu ini, ingat ya makin banyak tau makin banyak deh wawasannya... Pengertian Pendidikan Prakolonial    Pendidikan Prakolonial di mengerti sebagai sebuah penyelenggaraan pendidikan yang di batasi oleh ruang waktu tertentu. Pembatasan ruang mengacu pada batas-batas politik yang terdapat di geografis tertentu sedangkan batasan waktu mengacu pada sebuah masa ketika praktik penjajahan belum dimulai. Geografis itu merujuk pada wilayah Nusantara sedangkan masa yang di maksud mengacu pada abad ke -17, yakni sebelum jan Peterson Coen melemparkan jangkar di pantai sunda kelapa.    Pada abad ini akan dibahas tentang semangat pendisikan pada masa pra-kolonial dan sisa-sisanya pada masa sekarang. Masyarakat prakolonial memiliki model pemerinntahan

Mahzab Fenomenologi Max Weber

Fenomenologi       Fenomenologi adalah satu aliran filsafat modern yang sangat berpengaruh. Salah satu tokoh utamanya adalah Edmund Husserl (1859-1935) dari Jerman. Pada prinsipnya metode fenomenologi yang dibangun oleh Husserl ingin mencapai “hakikat segala sesuatu”. Maksudnya agar mencapai “pengertian yang sebenarnya” atau “hal yang sebenarnya” yang menerobos semua gejala yang tampak. Usaha untuk mencapai hakikat segala sesuatu adalah reduksi atau penyaringan. Husserl mengemukakan tiga macam reduksi berikut ini :    1. Reduksi fenomenologis, kita harus menyaring pengalaman-pengalaman kita, dengan maksud supaya mendapatkan fenomena dalam wujud yang semurni-murninya 2. Reduksi eidetis, penyaringan atau penetapan dalam tanda kurung segala hal yang bukan eidus atau inti sari atau hakekat gejala atau fenomena. Jadi hasil reduksi kedua ialah “penilikan hakikat”. Inilah pengertian yang sejati.    3. Reduksi transendental, yang harus ditempatkan diantara tanda kurung dahulu ialah eksiste

Perbedaan Filsafat Barat dan Timur

Perbedaan Antara Filsafat Barat dan Filsafat Timur  I. Filsafat Barat 1. Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. 2. Filsafat berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. 3. Tokoh utama filsafat Barat  antara lain Plato, Thomas Aquinas, RĂ©ne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre. 4. Terdapat pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu. a. Ontologi membahas tentang masalah "keberadaan" (eksistensi) sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris, misalnya tentang keberadaan alam semesta, makhluk hidup, atau tata surya. b. Epistemologi mengkaji tentang pengetahuan (episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan. Dari epistemologi inilah lahir berba