Langsung ke konten utama

Pendidikan Pasca kolonial

Pendidikan Pasca Kolonial
    Pendidikan Pasca Kolonial adalah sebuah model pendidikan yang diselenggarakan setelah penjajah usai. Berakhirnya perang dunia ke II pada tahun 1945 memberikan peluang bagi warga dunia untuk menentukam nasib sendiri melalui pendirian negara. Pembentukan nasib sendiri itu akhitlrnya tidak selalu mengacu pada dua orang. Karena itu, filsafat pendidikan poskolonial menghasilkan dilema tentang orientasi-orientasi pendidikan yang mengarah pada masa depan. Di sisi lain, kasus-kasus yang bersifat subjektif itu menimbukkan bias pemaknaan.

   Konsep pendidikan indonesia modern tidak pernah bisa dilepaskan dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Sebagai menteri pendisikan pada masa revolusi fisik, Ki Hadjar Dewantara memberikan sumbangan yang tak ternilai dalam peletak dasar pendidikan di indonesia. Sebagai contoh, istilah "pendidikan" dan "pengajaran" memiliki perbedaan arti. Demikian pula, konsepsi tentang pendidikan kebangsaan, pendidikan budi pekerti, hingga nilai-nilai kemanusiaan tidak bisa dilepaskan dari Ki Hadjar Dewantara.
    Karena itu, mambahas tentang filsafat pendidikan di indonesia adalah membahas filsafat Ki Hadjar Dewantara. Memfilsafatkan pendidikan adalah memfilsafatkan pemikiran Ki hadjar dewantara. Dalam sebuah artikel berjudul " pengadjaran dan pendidikan dengan dasar kebangsaan" Ki hadjar Dewantara membuat ilustrasi tentang sebagai cikal-bakal filsafat pendidikan di indonesia. Ilustrasi itu bermula pada pertanyaan dari anggota dewan (volksraad) berikut ini : "tidak lebih baikkah dan tidak mungkinkah tjara pengobatan di negeri ini di sesuaikan dengan kodrat alam negeri itu dan dalam batas-batas tertentu juga dengan kebudayaannja?

     Pertanyaan tersebut mendarkan kita tentang arti penting sebuag kemampuan berdiri di atas kemampuan kita sendiri. Pertanyaan teraebut sekaligus menjadi tujuan pendidikan nasional bagi dewantara sendiri pada akhirnya. Kemerdekaan dari berbagai macam belenggu merupakan tujuan hakiki dari pendidikan. Dewantara membayangkan sebuah pribadi yang unggul, mandiei, cerdas, berbudi baik, serta memberikan sumbangan yang baik bagi arah kemanusiaan.

    Sebab, kemanusiaan yang dijunjung tinggi oleh bangsa kita akan menyelamatkan kita dari kesempatan hidup. Karena itu, diperlukan upaya "memperluas, memperdalam dan mempertinggi pengajaran rakyat" (Ki Hadjar Dewantara, 1962:166). Itulah judul pidato radio yang dilakukan oleh dewantara pada tanggal 6 april 1945 di jakarta.

Sumber: buku filsafat pendidikan masa depan, Dr. Saifur Rohman, M.Hum, M.Si, Agus Wibowo, M.Pd.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan PraKolonial

Di era sekarang ini banyak sekali anak muda yang kurang wawasan, kurang pengetahuan, sebenarnya mereka tau apa sih, ketika di tanya pendidikan prakolonial itu apa sih? Si Racap aja gak tau hadehhh, biar kita banyak tau mari kita membaca artikel yang satu ini, ingat ya makin banyak tau makin banyak deh wawasannya... Pengertian Pendidikan Prakolonial    Pendidikan Prakolonial di mengerti sebagai sebuah penyelenggaraan pendidikan yang di batasi oleh ruang waktu tertentu. Pembatasan ruang mengacu pada batas-batas politik yang terdapat di geografis tertentu sedangkan batasan waktu mengacu pada sebuah masa ketika praktik penjajahan belum dimulai. Geografis itu merujuk pada wilayah Nusantara sedangkan masa yang di maksud mengacu pada abad ke -17, yakni sebelum jan Peterson Coen melemparkan jangkar di pantai sunda kelapa.    Pada abad ini akan dibahas tentang semangat pendisikan pada masa pra-kolonial dan sisa-sisanya pada masa sekarang. Masyarakat prakolonial memiliki model pemerinntahan

Mahzab Fenomenologi Max Weber

Fenomenologi       Fenomenologi adalah satu aliran filsafat modern yang sangat berpengaruh. Salah satu tokoh utamanya adalah Edmund Husserl (1859-1935) dari Jerman. Pada prinsipnya metode fenomenologi yang dibangun oleh Husserl ingin mencapai “hakikat segala sesuatu”. Maksudnya agar mencapai “pengertian yang sebenarnya” atau “hal yang sebenarnya” yang menerobos semua gejala yang tampak. Usaha untuk mencapai hakikat segala sesuatu adalah reduksi atau penyaringan. Husserl mengemukakan tiga macam reduksi berikut ini :    1. Reduksi fenomenologis, kita harus menyaring pengalaman-pengalaman kita, dengan maksud supaya mendapatkan fenomena dalam wujud yang semurni-murninya 2. Reduksi eidetis, penyaringan atau penetapan dalam tanda kurung segala hal yang bukan eidus atau inti sari atau hakekat gejala atau fenomena. Jadi hasil reduksi kedua ialah “penilikan hakikat”. Inilah pengertian yang sejati.    3. Reduksi transendental, yang harus ditempatkan diantara tanda kurung dahulu ialah eksiste

Perbedaan Filsafat Barat dan Timur

Perbedaan Antara Filsafat Barat dan Filsafat Timur  I. Filsafat Barat 1. Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. 2. Filsafat berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. 3. Tokoh utama filsafat Barat  antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre. 4. Terdapat pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu. a. Ontologi membahas tentang masalah "keberadaan" (eksistensi) sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris, misalnya tentang keberadaan alam semesta, makhluk hidup, atau tata surya. b. Epistemologi mengkaji tentang pengetahuan (episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan. Dari epistemologi inilah lahir berba