Langsung ke konten utama

Lanjutan, Tuhan Para Filosof

      Para falasuf mengupayakan oenggabungan yang lebih menyeluruh anatar filsafat ynunai dan agama, melebihi kaum monoteis mana pun sebelumnya. Kaum Mu”tazilah dan Asy’ariah juga telah berusaha membangun jembatan yang menghubungkan wahyu dengan akal, tetapi mereka lebih mendahulukan konsepsi ketuhanan menurut wahyu. Kalam didasarkan pada pdangangan tradisional monotesitik tentang sejarah sebagai sebuah teofani. Kalam menyatakannya bahwa kejadian-kejadian konkret dan partikulur adalah krusial karena merupakan satu-satunya kepastian yang kita miliki. Asy’riah memang menyangskan adanya hokum-huum universal danprinsip-prinsip abadi. Mesiipu memiliki nilai imajinatif dan religuis, atomisme ini jelas asing bagi semanagat ilmiah dan tidak dapat memuaskan para faylasuf. Falsafah mereka mengabaikan seajarah konkret dan particular, namun menanamkan ketakziman terhadap hokum-hukum universal yang di tolak kaum Asy’ariah. Tuhan mereka di temukan melalui argument-argumen logis, bukan dalam wahyu particular yang diturunkan kepada individu-individu tertentu di berbagai zaman. Pencarian terhadap kebenaran objektif dan universal ini menjadi karakteristik kajian mereka dan mengondisikan cara mereka mengalami realitas tertinggi. Tuhan yang tak pernah sama bagi setiap mengalami realitas tertinggi. Tuhan yang tak pernah sama bagi setiap orang, yang member atau menerima corak budaya tertentu, bukan merupakan pemecahan yang memuaskan bagi pertanyaan fundamental dalam agama :” apakah tujuan akhir kehidupan? Anda tidak bis mendapatkan pemecahan ilmiah yang memiliki aplikasi universal di laboratorium dan enyembah tuhan yang lama-kelamaan di pandang sebagai milik tunggal kaum musilim. Sungguhpun demikian, kajian atas Al-Qur’an telah menyingkapkan bahwa Muhammad  sendiri telah memiliki visi universal dan pernah mengajarkan bahwa semua agama yang benar sesungguhnya berasal dari tuhan. Para faylasuf tidak merasa ada keharusan untuk menyingkirkan Al-Qur’an. Mreka justru berupaya memperlihatkan hubugan antara agama dan filsafat: keduanya merupakan jalan yang sah untuk menuju tuhan, sesuai dengan kebutuhan setiap inidvidu. Mereka tidak menjumpai adanya pertentangan fundamental anatar wahyu, dan sains, rasionalisme dan iman. Mereka mengembangkan apa yang disebut sebagai filsafat profetik. Mereka ingin menemukan inti kebenaran yang bersemayam di hati semua agama historis yang beraneka ragam, yang sejak fajar sejarah telah berupaya untuk mendefiniskan realitas uhan yang sama.

   Falsafah diilhami oleh perjumpan dengan sains dan metafisika yunani, namun tidak spenuhnya bergantung kepada helenuisme. Di wilayah-wilayah colonial timur tengah mereka, orang yunani cenderung mengikuti kurikulum standar sehingga walaupun terdapat perbedaaan penekanan dalam filsafat  helenistik, setiap siswa dianjurkan membaca seperangkat naskah dalam urutan yang sudah ditentukan. Hal ini menghasilkan sejenis kesatuan dan koheresni. Akan tetapi, para faylasuf tidak menaati kurikulum ini teapi membaca naskah apa saja yang tersedia bagi mereka. Ii tak pelak lagi membukakan prespektif baru. Di amping pandangan kesilman dan keraban mereka yang khas, pemikiran mereka juga warnai oleh pengaruh Persia, Hindu, dan Gnostik.

   Yaqub ibn Al-kindi (w. kl. 870), muslim pertama yang menerapkan metode rasional terhadp Al-Quran, kerap di kaitkan dengan kaum Mu’tazilah dan berbeda pendapat dengan Aristoteles dalam beberapa isu pokok. Dia mendapat pendidikan di basrah, tatpi menetap di Bagdad dengan santunaan dari khalifah Al-Ma’mun. karya dan pengaruhnya sangat banyak,mencakup metematika, ilmu alam, dan filsafat. Namun, perhatiannya yang utama adalah agama dengan latar belakangnya sebagai penganut Mu-tazilah, dia hanya memadang filsafat sebagai alat bantu: dalam wahyu: pengetahuan yang diwahyukan kepada para nabi selalu lebih unggul dari pada pendangan-pandangan kemanusiaan para filosof. Kebanyakan para filosof pada zaman berikutnya tidak menyetujui prespektif ini. Akan tetapi, Al-kindi juga amat bersemangat untuk menemukan kebenaran did lam tradisi-tradisi agama lain. Kebenaran itu tunggal, dan adalah tugas para filosof untuk mencarinya dalam bungkus budaya atau bahas apa pun yang telah diambilnya selama berabad-abad.

Sumber Buku: Sejarah Tuhan, Karen Armstrong, penerbit: Mizan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan PraKolonial

Di era sekarang ini banyak sekali anak muda yang kurang wawasan, kurang pengetahuan, sebenarnya mereka tau apa sih, ketika di tanya pendidikan prakolonial itu apa sih? Si Racap aja gak tau hadehhh, biar kita banyak tau mari kita membaca artikel yang satu ini, ingat ya makin banyak tau makin banyak deh wawasannya... Pengertian Pendidikan Prakolonial    Pendidikan Prakolonial di mengerti sebagai sebuah penyelenggaraan pendidikan yang di batasi oleh ruang waktu tertentu. Pembatasan ruang mengacu pada batas-batas politik yang terdapat di geografis tertentu sedangkan batasan waktu mengacu pada sebuah masa ketika praktik penjajahan belum dimulai. Geografis itu merujuk pada wilayah Nusantara sedangkan masa yang di maksud mengacu pada abad ke -17, yakni sebelum jan Peterson Coen melemparkan jangkar di pantai sunda kelapa.    Pada abad ini akan dibahas tentang semangat pendisikan pada masa pra-kolonial dan sisa-sisanya pada masa sekarang. Masyarakat prakolonial memiliki model pemerinntahan

Mahzab Fenomenologi Max Weber

Fenomenologi       Fenomenologi adalah satu aliran filsafat modern yang sangat berpengaruh. Salah satu tokoh utamanya adalah Edmund Husserl (1859-1935) dari Jerman. Pada prinsipnya metode fenomenologi yang dibangun oleh Husserl ingin mencapai “hakikat segala sesuatu”. Maksudnya agar mencapai “pengertian yang sebenarnya” atau “hal yang sebenarnya” yang menerobos semua gejala yang tampak. Usaha untuk mencapai hakikat segala sesuatu adalah reduksi atau penyaringan. Husserl mengemukakan tiga macam reduksi berikut ini :    1. Reduksi fenomenologis, kita harus menyaring pengalaman-pengalaman kita, dengan maksud supaya mendapatkan fenomena dalam wujud yang semurni-murninya 2. Reduksi eidetis, penyaringan atau penetapan dalam tanda kurung segala hal yang bukan eidus atau inti sari atau hakekat gejala atau fenomena. Jadi hasil reduksi kedua ialah “penilikan hakikat”. Inilah pengertian yang sejati.    3. Reduksi transendental, yang harus ditempatkan diantara tanda kurung dahulu ialah eksiste

Perbedaan Filsafat Barat dan Timur

Perbedaan Antara Filsafat Barat dan Filsafat Timur  I. Filsafat Barat 1. Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. 2. Filsafat berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. 3. Tokoh utama filsafat Barat  antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre. 4. Terdapat pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu. a. Ontologi membahas tentang masalah "keberadaan" (eksistensi) sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris, misalnya tentang keberadaan alam semesta, makhluk hidup, atau tata surya. b. Epistemologi mengkaji tentang pengetahuan (episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan. Dari epistemologi inilah lahir berba