Langsung ke konten utama

Filsafat Pendidikan

Filsafat Pendidikan

Berbagai pengertian filsafat pendidikan telah dikemukakan para ahli. Menurut al-Syaibany (1979:36), filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur, yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk pengalaman kemanusian merupakan faktor yang integral.

Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang mengambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.

Menurut John Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju tabiat manusia. Sementara menurut Thompson, filsafat artinya melihat suatu masalah secara total dengan tanpa ada batas atau implikasinya, ia tidak hanya melihat tujuan, metode atau alat-alatnya, tapi juga meneliti dengan seksama hal-hal yang di maksud. Keseluruhan masalah yang dipikirkan oleh filosof tersebut merupakan suatu upaya untuk menemukan hakikat masalah, sefangkan suatu hakikat itu dapat di bakukan melalui proses kompromi (Arifin, 1993:2).

Menurut Imam Barnadib (1993:3), filsafat pendidikan merupakan ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Baginya filsafat pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisis filosofis terhadap bidang pendidikan. Sedangkan menurut seorang ahli filsafat amerika, Brubachen (Arifin,1993:3), filsafat pendidikan adalah seperti menaruh sebuah kereta di depan seekor kuda, dan filsafat dipandang sebagai bunga, bukan sebagai akar tunggal pendidikan. Filsafat pendidikan itu berdiri secara bebas dengan memperoleh keuntungan karena punya kaitan dengan filsafat umum. Kendati kaitan ini tidak penting, tapi yang terjadi ialah suatu keterpaduan antara pandangan filosofis dengan filsafat pendidikan, karena filsafat sering diartikan sebagai teori pendidikan dalam segala tahap.

Untuk mendapatkan pengertian filsafat pendidikan yang lebih sempurna (jelas), ada baiknya kita melihat beberapa konsep mengenai pengertian pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah bimbingan secara sadar dari pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya manusia yang memiliki kepribadian yang utama dan ideal. Yang dimaksud kepribadian yang utama atau ideal adalah kepribadian yang memiliki kesadaran moral dan sikap mental secara teguh dan sungguh-sungguh memegang dan melaksanakan ajaran atau prinsip-prinsip nilai filsafat yang menjadi pandangan hidup secara individu, masyarakat maupun filsafat bangsa dan negara.

Dalam pandangan John Dewey, pendidikan adalah sebagai proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya rasa (emosi) manusia (Arifin,1987:1). Dalam hubungan ini, Al-Syaibani menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat dan kehidupan masyarakat dan kehidupan alam sekitarnya (Al-Syaibany,1979:399).

Lebih lanjut, soegarda poerwakawatja menguraikan bahwa pengertian pendidikan dalam arti yang luas sebagai semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan dan keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha menyiapkan generasi muda agar dapat memahami fungsi hidupnya, baik jasmani maupun rohani. Upaya ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan kedewasaan dan kemampuan anak untuk memikul tanggung jawab moral dari segala perbuatannya (poerwakawatja, 1976:214). Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan. Dan tujuan dari proses perkembangan itu secara ailmiah ialah kedewasaan, kematangan dari kepribadian manusia. Dengan demikian, jelaslah bahwa pengertian pendidikan itu erat kaitannya dengan masalah yang dihadapi dalam kehidupan manusia.

Pendidikan diartikan sebagai suatu proses usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing, melatih,mengajar, dan menanamkan nilai-nilai dan dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan beratnggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya. Dengan kata lain, proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan dasar kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitarnya agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Dengan demikian, dari uraian diatas dapat kita tarik suatu pengertian bahwa filsafat pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-kaidah norma-norma dan atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.


Filsafat, jika dilihat dari fungsinya secara praktis, adalah sebagai sarana bagi manusia untuk dapat memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk dalam problematika dibidang pendidikan. Oleh karena itu, apabila dihubungkan dengan persoalan pendidikan secara luas, dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi tercapainya pelaksanaan dan tujuan pendidikan. Jadi, filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan yang merupakan penerapan analisis filosofis dalam lapangan pendidikan.

Keberadaan filsafat dalam ilmu pendidikan, menurut arifin, bukan merupakan insidental. Artinya, filsafat itu merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Filsafat mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki aspek-aspek realita dan pengalaman yang banyak didapatkan dalam bidang pendidikan. Dengan melihat tugas dan fungsinya, maka pendidikan harus dapat menyerap, mengolah, menganalisis, dan menjabarkan aspirasi dan identitas masyarakat itu dalam jiwa generasi penerusnya. Untuk itu, pendidikan diharapkan bisa menggali dan memahami melalui pemikiran filosofis secara menyeluruh.

Dalam hubungan antara filsafat (umum) dan filsafat pendidikan, filsafat pendidikan memiliki beberapa batasan. Pertama, filsafat pendidikan merupakan pelaksana pandangan filsafat dan kaidah filsafat dalam bidang pengalaman kemanusiaan yang disebut pendidikan. Maka, filsafat pendidikan berusaha untuk menjelaskan dan menerangkan supaya pengalaman bermanusia ini sesuai dengan kehidupan baru. Filsafat pendidikan mengandung upaya untuk mencari konsep-konsep yang menempatkan manusia ditengah-tengah gejala-gejala yang bervariasi dalam proses pendidikan. Kemudian, terdapat pula upaya menjelaskan berbagai makna yang menjadi dasar dari konsep-konsep pendidikan dengan aspek-aspek tumpuan perhatian manusia.

Kedua, mempelajari filsafat pendidikan karena adanya kepercayaan bahwa kajian itu sangat penting dalam mengembangkan pandangan terhadap prosea pendisikan dalam upaya memperbaiki keadan pendisikan. Persoalan pendidikan yang berhubungan dengan bimbingan, penilaian, metode, dan lain-lain merupakan tanggung jawab filsafat pendidikan yang sangat bergantung pada usaha bbingan tingkah laku anak didik dan sikap mereka terhadap masyarakat.

Ketiga, filsafat pendidikan memiliki prinsip-prinsip, kepercayaan, konsep, andaian yang terpadu satu sama lainnya,. Prinsip-prinsip yang dimaksudkan ialah kepercayaan-kepercayaan, andaian-andaian yang dipercayai terhadap masalah-masalah pendidikan. Hal itu diungkap agar menjadi dasar atas pertanyaan, politik, rancangan, program, kurikulum, dan kaidah-kaidah pengajaran, yang tentunya diharapkan dapat menemukan solusi atas persoalan-persoalan pendisikan.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa filsafat pendidikan dapat dilakukan pada gejala macam dan bentuk pendidikan, termasuk pendidikan islam, dengan menentukan prinsip-prinsip dan kepwrcayaan-kepercayaan yang berasal dari ajaran islam atau sesuai dengan jiwa ajaran islamnyang mengandung kepentingan pelaksanaan dan bbingan dalam pendidikan. Mengingat antara filsafat dan pendidikan mempunyai keterkaitan erat dan kokoh, maka tugasnya pun sering, yakni berupaya bersama dalam memajukan hidup umat manusia (Arifin, 1993:3).
Baca juga tentaang Sejarah Tuhan di halaman/blog saya, dimana saya akan mengajak membaca memahami dan mengerti..

Sumber: filsafat pendidikan, manusia, filsafat dan pendidikan/ Prof. Dr. H . Jalaludin. Prof. Dr. H. Abdulllah Idi, M. Ed. Penerbit Rajawali Pres. PT RajaGrafindo Persada jakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan PraKolonial

Di era sekarang ini banyak sekali anak muda yang kurang wawasan, kurang pengetahuan, sebenarnya mereka tau apa sih, ketika di tanya pendidikan prakolonial itu apa sih? Si Racap aja gak tau hadehhh, biar kita banyak tau mari kita membaca artikel yang satu ini, ingat ya makin banyak tau makin banyak deh wawasannya... Pengertian Pendidikan Prakolonial    Pendidikan Prakolonial di mengerti sebagai sebuah penyelenggaraan pendidikan yang di batasi oleh ruang waktu tertentu. Pembatasan ruang mengacu pada batas-batas politik yang terdapat di geografis tertentu sedangkan batasan waktu mengacu pada sebuah masa ketika praktik penjajahan belum dimulai. Geografis itu merujuk pada wilayah Nusantara sedangkan masa yang di maksud mengacu pada abad ke -17, yakni sebelum jan Peterson Coen melemparkan jangkar di pantai sunda kelapa.    Pada abad ini akan dibahas tentang semangat pendisikan pada masa pra-kolonial dan sisa-sisanya pada masa sekarang. Masyarakat prakolonial memiliki model pemerinntahan

Mahzab Fenomenologi Max Weber

Fenomenologi       Fenomenologi adalah satu aliran filsafat modern yang sangat berpengaruh. Salah satu tokoh utamanya adalah Edmund Husserl (1859-1935) dari Jerman. Pada prinsipnya metode fenomenologi yang dibangun oleh Husserl ingin mencapai “hakikat segala sesuatu”. Maksudnya agar mencapai “pengertian yang sebenarnya” atau “hal yang sebenarnya” yang menerobos semua gejala yang tampak. Usaha untuk mencapai hakikat segala sesuatu adalah reduksi atau penyaringan. Husserl mengemukakan tiga macam reduksi berikut ini :    1. Reduksi fenomenologis, kita harus menyaring pengalaman-pengalaman kita, dengan maksud supaya mendapatkan fenomena dalam wujud yang semurni-murninya 2. Reduksi eidetis, penyaringan atau penetapan dalam tanda kurung segala hal yang bukan eidus atau inti sari atau hakekat gejala atau fenomena. Jadi hasil reduksi kedua ialah “penilikan hakikat”. Inilah pengertian yang sejati.    3. Reduksi transendental, yang harus ditempatkan diantara tanda kurung dahulu ialah eksiste

Perbedaan Filsafat Barat dan Timur

Perbedaan Antara Filsafat Barat dan Filsafat Timur  I. Filsafat Barat 1. Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. 2. Filsafat berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. 3. Tokoh utama filsafat Barat  antara lain Plato, Thomas Aquinas, RĂ©ne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre. 4. Terdapat pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu. a. Ontologi membahas tentang masalah "keberadaan" (eksistensi) sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris, misalnya tentang keberadaan alam semesta, makhluk hidup, atau tata surya. b. Epistemologi mengkaji tentang pengetahuan (episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan. Dari epistemologi inilah lahir berba